Seorang penjual martabak malam di Palembang mendadak viral setelah membagikan Rahasia Scatter Fruit Party secara terbuka di media sosial. Namun, alih-alih mendapat pujian, pria tersebut justru mengaku merasa terancam dan tertekan akibat reaksi negatif dari warganet dan komunitas daring tertentu.
Peristiwa ini bermula saat Adit (33), warga Kelurahan Plaju Ulu, Palembang, mengunggah video pendek berisi penjelasan tentang bagaimana ia berhasil memicu scatter berturut-turut dalam permainan Fruit Party. Dalam video berdurasi kurang dari dua menit itu, Adit membocorkan pola waktu, durasi spin, dan jeda tertentu yang ia anggap sebagai Rahasia Scatter Fruit Party.
Unggahan Adit yang awalnya hanya dimaksudkan untuk berbagi pengalaman pribadi, langsung menyebar luas di berbagai platform. Dalam hitungan jam, videonya sudah dibagikan ribuan kali. Beberapa warganet mengaku berhasil menguji pola yang dibagikan, namun tidak sedikit pula yang mengecam karena dianggap membuka celah strategi komunitas tertentu.
Menurut keterangan Adit, video tersebut diunggah pada Sabtu malam, 20 Juli 2025. Ia saat itu sedang tidak berdagang karena cuaca hujan deras. Dalam waktu semalam, unggahan itu menuai komentar dari berbagai kalangan�dari yang merasa terbantu, hingga yang menganggapnya terlalu blak-blakan.
Setelah video tersebut viral, Adit mengaku menerima puluhan pesan bernada mengintimidasi dari akun yang tidak ia kenal. Beberapa pesan berisi makian, sementara yang lain menyuruhnya menghapus konten tersebut. �Ada yang bilang saya bocorin sistem, ada juga yang bilang saya nyusahin orang. Padahal niat saya cuma mau berbagi,� ujar Adit saat ditemui di kediamannya.
Warga sekitar tempat tinggal Adit mulai membicarakan kisahnya yang viral. Ada yang merasa bangga karena ada �influencer� lokal, tapi ada juga yang khawatir popularitas dadakan itu akan mengganggu ketenangan lingkungan. �Kami sih ikut senang, tapi kalau dia sampai stres karena diancam, itu sudah nggak sehat,� kata Hendra (45), tetangganya.
Ibunya, yang tinggal di rumah yang sama, mengaku khawatir dengan kondisi mental anaknya. Ia meminta Adit untuk menghapus semua unggahan terkait permainan daring dan fokus pada usahanya menjual martabak seperti biasa. �Kami cuma ingin dia aman. Udah cukup, jangan diteruskan,� ujarnya sambil menahan air mata.
Dalam pernyataan lanjutan, Adit menyampaikan bahwa dirinya tidak memiliki afiliasi apa pun dengan komunitas game digital. Ia juga menolak tudingan bahwa dirinya sengaja membuat kegaduhan. �Saya cuma tukang martabak, bukan ahli strategi. Saya share karena merasa berhasil, bukan karena mau cari masalah,� katanya.
Dosen Komunikasi Digital Universitas Sriwijaya, Dr. Nila Kartika, M.I.Kom., menyebut bahwa fenomena seperti ini bukan hal baru di era digital. �Kita sedang hidup dalam ekosistem algoritmik yang cepat memviralkan, tapi juga cepat menghakimi. Orang seperti Adit bisa jadi korban ekspektasi publik yang tidak ia minta sejak awal,� jelasnya.
Ketua RT 06 Plaju Ulu, Bapak Jamaluddin, memastikan bahwa pihaknya telah menyampaikan dukungan moral kepada Adit dan keluarganya. �Kami pantau, dan kalau ada yang ganggu secara fisik atau datang ke lingkungan, kami akan bantu amankan. Jangan sampai kejadian digital jadi beban kehidupan nyata,� tegasnya.
Setelah mengetahui adanya tekanan terhadap Adit, beberapa pengguna media sosial mulai membuat kampanye tagar #BantuAdit sebagai bentuk solidaritas. Mereka menilai bahwa seseorang tidak seharusnya diserang hanya karena membagikan pengalaman pribadi secara sukarela.
Kisah penjual martabak yang viral karena Rahasia Scatter Fruit Party menunjukkan bahwa menjadi pusat perhatian digital bukanlah perkara ringan. Adit kini memilih untuk rehat dari dunia maya dan kembali fokus pada usahanya. Ia berharap bahwa pengalamannya bisa menjadi pengingat bahwa berbagi informasi di internet, walau dengan niat baik, tetap perlu kesiapan mental dan pemahaman terhadap dinamika sosial digital yang kompleks.